KENDARI, Kongkritsultra.com- Komisariat Wilayah (Komwil) Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR-RI) Provinsi Sulawesi Tenggara, H. Haning Abdullah, angkat bicara dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas langkah tegas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra dalam menertibkan dugaan tindak pidana korupsi di sektor pertambangan.

Haning memuji keberanian Kejati Sultra yang menetapkan Direktur Utama PT Amin dan sejumlah kerabatnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan, khususnya terkait penggunaan “dokumen terbang” (dokter) yang diduga palsu. Ia menilai langkah ini merupakan bukti nyata keseriusan aparat penegak hukum dalam membasmi praktik-praktik ilegal di sektor strategis, terutama di Kabupaten Kolaka Utara.

“Ini bukan lagi rahasia umum, sektor pertambangan nikel selama ini jadi lahan empuk bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab. Kejati Sultra telah menunjukkan keberanian luar biasa,” tegas Haning saat ditemui awak media, Senin (29/4/2025)

Lebih lanjut, Haning menyampaikan bahwa LMR-RI sebagai lembaga reclasseering dan badan peserta hukum yang resmi tercatat di lembar negara, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah-langkah hukum yang dilakukan Kejati Sultra.

Menurutnya, sektor tambang nikel di Sultra merupakan primadona investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun ironisnya, belum memberikan dampak positif yang maksimal bagi masyarakat lokal. Haning menyoroti sistem pengelolaan yang rawan menyebabkan bencana lingkungan, terutama karena banyaknya aktivitas pertambangan ilegal yang tidak mengantongi izin resmi seperti IUP atau RKAB dari Kementerian ESDM.

“Bahkan banyak penambangan yang diduga tanpa izin, namun hasil tambangnya tetap dijual dengan dokumen terbang. Ini jelas bentuk pemalsuan dokumen negara. Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) seringkali tidak sesuai fakta di lapangan,” ungkap Haning.

Ia juga menyayangkan istilah “koordinasi” yang kerap menjadi tameng bagi praktik-praktik ilegal tersebut. Ia meminta Kejaksaan membuka tabir apa yang sebenarnya terjadi di balik praktik koordinasi tersebut.

“Fakta di lapangan menunjukkan jutaan metrik ton bijih nikel ditambang dari wilayah IUP yang izinnya sudah mati, bahkan dari luar konsesi. Ini mengancam lingkungan dan menyesatkan investor yang tidak paham bahwa mereka sedang terlibat dalam aktivitas ilegal,” tambahnya.

Haning juga menyoroti potensi kerugian negara akibat praktik tambang ilegal, yang nilainya bisa mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah dari sisi PNBP dan pajak yang hilang. Karena itu, ia mendorong sinergi antara Kementerian ESDM, pemerintah pusat dan daerah, aparat penegak hukum, serta instansi terkait untuk segera menertibkan aktivitas pertambangan bermasalah.

“Kami hanya mengingatkan, jika ini terus dibiarkan, masyarakatlah yang akan menanggung dampaknya. Terutama dalam hal ketersediaan air bersih dan rusaknya lingkungan sekitar,” ujar Haning prihatin.

Di akhir pernyataannya, Haning menyampaikan bahwa Divisi Investigasi dan Komisi Intelijen Nasional (KIN) LMR-RI saat ini tengah melakukan investigasi lanjutan. Hasilnya akan dilaporkan kepada Presiden dan Kementerian ESDM sebagai bahan referensi untuk kebijakan nasional yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan rakyat( Usman)