KENDARI, Kongkritsultra.com-Tiga aliansi masyarakat yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Bangun Jaya, Gerbang Kota Kendari, dan Lembaga Masyarakat Buruh Sulawesi Tenggara menggelar aksi tegas di Kantor Pertanahan Provinsi Sulawesi Tenggara. Mereka menuntut pembatalan sejumlah sertifikat tanah yang diduga kuat terbit secara melawan hukum di kawasan hutan APL Desa Bangun Jaya.

Koordinator lapangan, Abdi Wira, menegaskan bahwa setelah melakukan kajian, investigasi lapangan, hingga memeriksa dokumen administrasi penerbitan sertifikat, pihaknya menemukan banyak kejanggalan. Kesimpulannya jelas: penguasaan lahan melalui penerbitan sertifikat tersebut cacat hukum.

Menurut Abdi, lahan yang kini telah bersertifikat terbukti merupakan kawasan hutan yang sebelumnya belum pernah diolah masyarakat, namun justru telah dimasuki dan diurus oleh pihak-pihak tertentu.

“Ini indikasi kuat bahwa ada dugaan keterlibatan Kepala Desa Bangun Jaya, Masrin, serta oknum-oknum di BPN Konawe Selatan dalam praktik yang kami nilai masuk kategori mafia tanah,” tegasnya.

Rangkaian Temuan Lapangan yang Diungkap Massa

Abdi Wira membeberkan sejumlah poin yang mereka nilai memperkuat dugaan adanya permainan dalam proses penerbitan sertifikat:

1. Masyarakat Tidak Pernah Mengolah Lahan yang Disertifikatkan

Warga Desa Bangun Jaya menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengolah lahan yang kini berubah status menjadi SHM. Lokasi tersebut masih berstatus kawasan hutan APL.

2. Masyarakat Tidak Pernah Mengajukan Permohonan Sertifikat

Menurut warga, tidak pernah ada pengajuan permohonan sertifikat tanah dari masyarakat. Bahkan banyak nama pemilik sertifikat bukan berasal dari Desa Bangun Jaya, melainkan diduga bagian dari permainan oknum pejabat.

3. Tidak Ada Pengukuran Lapangan

Warga mengaku tidak pernah menunjukkan batas lahan kepada petugas ukur. Artinya, proses sertifikasi berjalan tanpa pengukuran fisik, namun entah bagaimana bisa diterbitkan SHM.

4. Tidak Ada Pemeriksaan Lapangan oleh BPN

Abdi menegaskan bahwa tim pemeriksa atau panitia BPN tidak pernah turun ke lokasi, tetapi sertifikat tetap terbit.

5. Tidak Ada Pengumuman Penerbitan Sertifikat

Prosedur wajib berupa pengumuman ke masyarakat sebelum SHM terbit juga tak pernah dilakukan.

“Kalau ada pengumuman, pasti kami tahu. Faktanya, tidak pernah ada,” kata Abdi Pada Kamis (11/12/2025)

Ia menegaskan masyarakat Bangun Jaya tidak pernah mengolah kawasan tersebut, baik ketika desa tersebut masih menjadi bagian dari Desa Pole Wali maupun setelah pemekaran menjadi Desa Bangun Jaya.

6. Adanya Indikasi Kuat Permainan Oknum dan Mafia Tanah

Berdasarkan rangkaian temuan tersebut, massa menilai ada indikasi kuat bahwa sertifikat terbit melalui proses yang tidak sah, dan melibatkan jaringan oknum.

Tuntutan Massa: Ultimatum 1×24 Jam

Atas temuan tersebut, tiga aliansi secara tegas mendesak BPN Provinsi Sulawesi Tenggara segera membatalkan seluruh sertifikat yang diterbitkan di kawasan hutan APL Bangun Jaya.

Mereka memberikan batas waktu 1×24 jam kepada BPN.

“Jika tidak diindahkan, kami akan menempuh langkah-langkah yang menjadi pilihan kami—tegas, terukur, dan sesuai mekanisme perjuangan masyarakat,” tegas Abdi Wira dalam orasinya( Man)