JAKARTA, Kongkritpost.com- Mesin politik internal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mulai menghangat menjelang “Kongres Persatuan” yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada penghujung Agustus 2025. Di tengah upaya rekonsiliasi dua faksi yang berseteru, nama Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, kini turut mencuat dalam bursa calon ketua umum.
Kongres ini merupakan buah dari kompromi dua kubu yang selama dua tahun terakhir berhadap-hadapan: kubu Hendry Ch. Bangun—yang terpilih melalui Kongres Bandung 2023—dan kubu Zulmansyah Sekedang, yang menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) pada Agustus 2024 sebagai bentuk koreksi atas kepemimpinan sebelumnya.
Perdamaian kedua belah pihak dicapai pada Juni lalu dalam pertemuan yang difasilitasi Ketua Dewan Pers Prof. Komaruddin Hidayat. Agenda besar “Kongres Persatuan” pun dipersiapkan sebagai titik balik bagi organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia.
Sejumlah nama kini beredar di medan kontestasi. Selain Hendry dan Zulmansyah, muncul pula nama Atal Sembiring Depari—Ketum PWI periode 2018–2023—serta Akhmad Munir, anggota Dewan Kehormatan dari faksi Zulmansyah. Namun kejutan datang dari Batam, tempat Ari Rahman, Ketua Harian JMSI, mengonfirmasi bahwa Teguh Santosa tengah didorong banyak pihak untuk maju sebagai figur alternatif sekaligus pemersatu.
“Pesan yang kami terima dari daerah sangat jelas: PWI membutuhkan sosok penengah, bukan hanya kuat secara organisasi, tetapi juga dapat menyatukan elemen yang retak. Dan semua mata mengarah ke Bang Teguh,” ujar Ari kepada wartawan, Rabu (30/7/2025) di sela kunjungannya ke Kepulauan Riau.
Teguh bukan wajah baru di lingkungan PWI. Ia pernah menjabat Ketua Bidang Luar Negeri (2013–2018) dan Anggota Dewan Kehormatan (2018–2020), sebelum mengundurkan diri usai terpilih sebagai Ketum JMSI. Namanya tercatat sebagai wartawan utama dan pemegang Press Card Number One (PCNO)—sebuah legitimasi profesional tertinggi dalam dunia pers nasional.
Teguh juga dikenal sukses memimpin Panitia Hari Pers Nasional (HPN) 2016 di NTB, yang secara umum diapresiasi sebagai salah satu HPN terbaik dalam dua dekade terakhir.
“Track record-nya lengkap, dari teknis kewartawanan hingga organisatoris. Punya basis historis, legitimasi etik, dan kapasitas manajerial. Ini yang membuat nama Bang Teguh dilihat sebagai ‘paket lengkap’,” lanjut Ari.
Menyoal potensi konflik kepentingan bila Teguh terpilih sebagai Ketum PWI sementara masih memimpin JMSI, Ari menyebut bahwa mekanisme pengaturan sudah disiapkan dalam Munas JMSI bulan Juni lalu. “Itu sudah dibahas secara internal. Prinsipnya, kita ingin menyelamatkan marwah PWI. Dan untuk itu, yang pas memang Bang Teguh,” tegasnya.
Dengan peta politik PWI yang masih cair, manuver-manuver ini menandai terbukanya babak baru dalam dinamika organisasi pers nasional. “Kongres Persatuan” bukan sekadar momentum elektoral, tetapi juga ujian kedewasaan institusi dan para pewarta yang berada di baliknya.
Jika akhirnya Teguh Santosa benar-benar maju, maka ia tidak hanya membawa tiket JMSI, tetapi juga harapan besar dari publik pers untuk menuntaskan konflik dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap rumah besar wartawan Indonesia(Red)

