MAKASSAR, Kongkritsultra.com- Drama politik Sulawesi Tenggara memasuki babak baru. Setelah sempat membantah dan memicu polemik di ruang publik, Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, akhirnya tak berkutik di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang berlangsung Kamis malam (7/8/2025) di Makassar itu menutup semua celah pembelaan sang bupati.

Abdul Azis diamankan tak lama setelah menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem. Begitu rangkaian acara partai usai, tim KPK yang telah membuntuti langsung bergerak cepat. Tanpa sorotan kamera televisi, sang kepala daerah digiring ke Polda Sulawesi Selatan untuk pemeriksaan awal.

“Yang bersangkutan telah diamankan sejak semalam dan saat ini sedang diperiksa di Polda Sulsel,” tegas Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, pada Jumat (8/8/2025). Ia memastikan, usai pemeriksaan awal, Abdul Azis akan dibawa ke Jakarta dan dijadwalkan tiba di Gedung Merah Putih sekitar pukul 15.00 WIB.

Operasi ini tidak berdiri sendiri. Menurut KPK, penangkapan Abdul Azis merupakan bagian dari OTT serentak di tiga titik: Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Jejak operasi ini menunjukkan dugaan praktik korupsi yang tidak lagi berhenti di satu wilayah, melainkan menjalar lintas provinsi.

Tujuh orang diamankan dalam operasi tersebut. Mereka terdiri dari pihak swasta hingga aparatur sipil negara. Beberapa telah lebih dulu diterbangkan ke Jakarta  untuk menjalani pemeriksaan intensif.

Kasus Abdul Azis kini menjadi simbol rapuhnya benteng integritas kepala daerah di Indonesia. Di tengah sorotan publik atas kinerja pemberantasan korupsi yang dinilai tak sekuat dulu, langkah cepat KPK memberi pesan bahwa operasi senyap masih menjadi senjata paling efektif.

Namun publik juga menaruh harap lebih besar. OTT ini bukan hanya soal satu orang bupati, tetapi soal dugaan jejaring kekuasaan yang memanfaatkan posisi publik untuk memperdagangkan kebijakan. Selama ini, pola tersebut sering berakhir di meja pengadilan, tetapi jarang benar-benar membongkar akar dan aktor utamanya.

Abdul Azis, yang sebelumnya tampil percaya diri di hadapan media dan menepis tuduhan, kini akan menghadapi pemeriksaan maraton di KPK. Proses hukum ini akan menguji seberapa jauh komitmen lembaga antirasuah mengurai alur uang, peta kekuasaan, dan hubungan politik yang melingkari kasus tersebut.

Di luar gedung pemeriksaan, spekulasi terus berkembang. Ada yang meyakini ini hanyalah puncak gunung es dari skema yang lebih besar. Ada pula yang melihatnya sebagai peringatan keras bagi pejabat publik bahwa setiap langkah bisa saja sudah dalam radar KPK.

Yang pasti, publik menunggu bukan hanya hasil akhir, tetapi juga transparansi di setiap tahap. Karena di negeri ini, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum — ia adalah luka sosial yang setiap kali terkuak, selalu menuntut keadilan yang utuh(Man)