JAKARTA, Kongkritsultra.com- Lembaga kajian kebijakan Visioner Indonesia menyerukan agar publik berhati-hati menyikapi tuduhan korupsi terkait pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas yang dialamatkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Tuduhan yang mencuat di ruang publik belakangan ini, menurut lembaga tersebut, tidak berdasar secara administratif maupun hukum, dan justru berpotensi menyesatkan opini publik.

Sekretaris Jenderal Visioner Indonesia, Akril Abdillah, menilai bahwa tuduhan tersebut menunjukkan ketidakpahaman terhadap struktur birokrasi pemerintahan daerah. “Sekda tidak punya kewenangan operasional dalam pengelolaan keuangan maupun kegiatan teknis di Badan Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta. Fungsinya hanya koordinasi dan pembinaan umum, bukan pelaksana teknis,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Akril menjelaskan, Badan Penghubung memiliki sistem kerja tersendiri yang dilengkapi dengan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK), dan Bendahara Pengeluaran. Ketiganya melalui mekanisme pelaporan resmi.

“Kalau pun ada penyimpangan, mestinya klarifikasi diarahkan ke pelaksana teknis, bukan ke pejabat pembina umum seperti Sekda. Ini soal tata kelola, bukan soal opini,” tegasnya.

Visioner Indonesia menduga, kemunculan tuduhan itu lebih kental nuansa politis dari pada berangkat dari data dan prosedur hukum. Lembaga ini menilai, tuduhan tersebut bisa jadi merupakan upaya membangun persepsi negatif terhadap pejabat yang selama ini dikenal profesional dan berintegritas.

“Kami melihat ini bukan sekadar salah tafsir administratif, tapi ada aroma serangan politik. Ini seperti upaya pembunuhan karakter terhadap seorang pejabat yang selama ini berperan menjaga stabilitas birokrasi daerah,” ujar Akril.

Menurutnya, dalam sistem pemerintahan daerah, posisi Sekda bersifat strategis — penjaga harmoni antarperangkat daerah dan penghubung utama antara kebijakan gubernur dengan pelaksana di lapangan. Karena itu, tuduhan tanpa dasar bukan hanya menyerang pribadi, tetapi juga mengganggu tatanan birokrasi secara keseluruhan.

Visioner Indonesia juga mengingatkan, tuduhan publik tanpa bukti bisa menggerus semangat reformasi birokrasi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur sipil negara. “Menuduh pejabat publik tanpa bukti bukan hanya tidak etis, tetapi juga berbahaya bagi sistem pemerintahan yang sedang kita bangun,” tegas Akril.

Ia menambahkan, publik seharusnya menghormati asas praduga tak bersalah dan tidak menjadikan isu korupsi sebagai alat politik untuk menggiring persepsi. “Kita ingin penegakan hukum berbasis bukti, bukan berbasis opini,” katanya lagi.

Visioner Indonesia pun mendorong Pemerintah Provinsi Sultra untuk memperkuat sistem pengawasan internal agar setiap potensi penyimpangan bisa dicegah sejak dini, tanpa harus mengorbankan nama baik pejabat yang bekerja sesuai aturan.

“Kami percaya, kebenaran administratif akan membuktikan Sekda Sultra tidak terlibat. Tuduhan tanpa dasar hanyalah gangguan sementara bagi mereka yang bekerja dengan integritas,” tutup Akril Abdillah( Man)