KOLAKA, Kongkritsultra.com- Manajemen PT Toshida Indonesia akhirnya angkat bicara terkait polemik yang mencuat di Kabupaten Kolaka Timur. Melalui pernyataan resmi, Fajar YR, selaku Operational Excellence perusahaan, menegaskan bahwa sejumlah narasi yang beredar di publik telah menyimpang dari fakta hukum dan menimbulkan persepsi keliru terhadap operasional Toshida.

“Sejak awal kami beroperasi dengan legalitas yang sah,” tegas Fajar. “Kuasa Pertambangan Toshida sudah diterbitkan pada tahun 2008, kemudian pada 2010 ditingkatkan menjadi IUP Operasi Produksi seluas 5.000 hektar. Sedangkan Kolaka Timur sendiri baru dimekarkan pada 2013. Jadi tuduhan bahwa kami beroperasi tanpa izin sama sekali tidak berdasar.”

Fajar juga menyoroti desakan Pemerintah Daerah Kolaka Timur agar aktivitas tambang Toshida dihentikan sementara. Menurutnya, langkah tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Undang-undang dengan tegas menyebutkan bahwa kewenangan penghentian atau pencabutan izin pertambangan berada di tangan Kementerian ESDM. Pemerintah kabupaten tidak memiliki otoritas untuk itu. Bila dipaksakan, justru berpotensi melanggar hukum dan menimbulkan kebingungan di masyarakat,” jelasnya.

Terkait isu Dana Bagi Hasil (DBH), Fajar menilai tudingan bahwa Toshida harus langsung membayar DBH ke pemerintah daerah juga tidak tepat.

“Kami selalu taat terhadap kewajiban. Semua PNBP, royalti, dan iuran tetap telah dibayarkan ke kas negara. Mekanisme penyaluran DBH ke daerah dilakukan oleh Kementerian Keuangan, bukan langsung oleh perusahaan ke kabupaten,” paparnya Jumat (24/10/2025)

Menanggapi isu lain soal kunjungan pejabat Pemda Koltim yang disebut ‘dihadang’ di area tambang, Fajar memberikan klarifikasi tegas.

“Tambang adalah wilayah berisiko tinggi. Kami hanya menjalankan SOP Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berlaku untuk siapa pun, termasuk tamu pejabat. Menyebut itu sebagai penghalangan adalah framing yang berlebihan,” ujarnya

Ia pun mengusulkan agar Pemda Koltim melakukan studi banding ke Pemda Kolaka, yang dinilainya telah memiliki pengalaman panjang dalam membangun koordinasi dengan perusahaan tambang.

“Dengan studi banding, mereka bisa memahami langsung mekanisme kunjungan, tata kelola DBH, hingga pelaksanaan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) sesuai regulasi. Itu lebih konstruktif dari pada menimbulkan polemik di ruang publik,” tambahnya.

Tak hanya fokus pada aspek operasional, Fajar menegaskan bahwa PT Toshida Indonesia juga memiliki komitmen sosial yang kuat.

“Saat ini kami tengah menyiapkan pembangunan Masjid Desa Taure sebagai bagian dari program PPM. Rencana Anggaran Biayanya sudah disusun dan akan direalisasikan secara bertahap. Ini bentuk nyata kontribusi Toshida bagi masyarakat Kolaka Timur,” ungkapnya.

Menutup konferensi pers, Fajar kembali menegaskan bahwa Toshida Indonesia berkomitmen pada prinsip hukum, transparansi, dan pembangunan bersama.

“Kami selalu berada di jalur hukum, membayar kewajiban tepat waktu, dan terbuka untuk dialog. Harapan kami, semua pihak menyampaikan fakta yang benar, bukan narasi yang menambah keresahan. Toshida berdiri di atas regulasi yang jelas dan tetap berkomitmen membangun bersama masyarakat serta pemerintah,” pungkasnya*