KENDARI, Kongkritsultra.com-Proyek pembangunan kolam dan taman yang tengah berlangsung di lingkungan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menuai sorotan tajam. Proyek yang seharusnya menjadi bagian dari penataan ruang dan estetika kantor justru menimbulkan tanda tanya besar, lantaran tidak disertai papan informasi proyek yang lazimnya wajib dipasang.
Ketua Perkumpulan Pengawasan Independen Indonesia (WASINDO-SULTRA), La Ode Efendi, menyatakan kecurigaannya atas ketidaktransparanan proyek tersebut. Ia mencium adanya “aroma tak sedap” yang bisa mengarah pada pelanggaran hukum terkait penggunaan anggaran dan legalitas pelaksanaan proyek.
“Papan informasi proyek adalah kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya. Ketiadaan papan informasi ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi bisa jadi upaya menutupi asal anggaran dan pihak pelaksana,” tegas La Ode Efendi, Jumat (18/4/2025)
Lebih jauh, WASINDO-SULTRA mempertanyakan sumber anggaran proyek tersebut. Jika pembangunan tidak menggunakan APBD atau dana negara lainnya, maka pertanyaannya, uang siapa yang digunakan?
“Kalau bukan uang negara, berarti ada potensi gratifikasi sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12B Ayat (1),” lanjutnya.
Proyek yang dilakukan dalam area perkantoran Dinas Kehutanan tersebut juga melibatkan penggalian tanah, yang menurut WASINDO-SULTRA dapat dikategorikan sebagai perusakan fasilitas negara. Hal ini mengacu pada UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 50 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang tanpa hak merusak atau menggunakan barang milik negara dapat dipidana.
Dalam pernyataan sikapnya, WASINDO-SULTRA menyampaikan beberapa tuntutan penting:
1.Mendesak Gubernur Sultra untuk mencopot dan mencabut SK Plt. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sultra.
2.Menuntut Gubernur Sultra agar tidak memberi ruang bagi terduga pelaku tindak pidana korupsi dalam struktur pemerintahan.
3.Mendesak Polda Sultra agar serius dan tidak “main mata” dalam menangani indikasi pelanggaran hukum di Dinas Kehutanan.
4.Meminta BKSDA untuk menjelaskan secara resmi kepada publik terkait legalitas dan perizinan proyek tersebut.
“Kami mendesak agar Tipikor Polda Sultra segera memanggil dan memeriksa Plt. Kadis Kehutanan serta seluruh pihak terkait. Ini demi memastikan bahwa proyek yang berjalan benar-benar legal dan tidak merugikan keuangan negara,” tutup La Ode Efendi.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Kehutanan Sultra maupun pihak Pemerintah Provinsi. Masyarakat menanti sikap tegas dari aparat penegak hukum dan pemerintah dalam menegakkan prinsip good governance dan transparansi publik( Usman)