BUTON UTARA, Kongkritsultra.com- Di tengah sorotan publik terhadap distribusi bahan bakar bersubsidi, Pangkalan Minyak Tanah Desa Laeya justru menampilkan praktik yang patut dicontoh. Dipimpin oleh Zalmiah, pangkalan ini menjalankan penyaluran BBM bersubsidi jenis minyak tanah secara terbuka, terjadwal, dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Kami menjual sesuai harga eceran tertinggi, yakni Rp 6.500 per liter. Tak ada permainan harga di sini. Semua transparan,” ujar Zalmiah saat melalui via telpon Pada Senin (21/7/2025) Ia menambahkan bahwa penyaluran minyak tanah tidak dilakukan secara mendadak, melainkan melalui sistem informasi internal yang rapi.
Setiap kali pasokan masuk dari agen, CV Nuraini Jaya, masyarakat di Desa Laeya sudah mendapat pemberitahuan jauh hari sebelumnya. “Biasanya dua hari sebelum BBM datang, saya umumkan lewat story WhatsApp dan disampaikan langsung ke grup warga. Penjualan kami buka selama empat hari, agar semua bisa terlayani,” jelasnya.
Zalmiah juga menegaskan, tidak ada penyaluran minyak tanah ke luar Desa Laeya, apalagi dalam bentuk penimbunan atau penyalahgunaan distribusi. “Masyarakat Laeya mendapatkan haknya setiap bulan, dan mereka tahu jadwalnya. Keluhan justru datang dari luar desa, bukan dari warga kami,” ungkapnya.
Menurut penuturan Zalmiah, karakteristik konsumsi energi di Desa Laeya juga unik. Banyak warga yang masih mengandalkan kayu bakar untuk memasak sehari-hari, sehingga permintaan terhadap minyak tanah bersubsidi tidak sebesar di desa-desa lain. Hal ini membuat jadwal distribusi bisa diatur dengan lebih tenang dan terkendali.
Ia juga menepis isu adanya pembatasan pembelian bagi warga luar. “Kami pangkalan, bukan pengecer tertutup. Bahan bakar ini untuk masyarakat luas, dan tidak pernah kami tolak siapa pun yang datang membeli dengan benar,” tandasnya.
Dari sisi alur distribusi, Zalmiah menjelaskan bahwa pangkalan yang dipimpinnya memperoleh minyak tanah dari Pertamina Baubau, melalui jalur resmi via agen terdaftar. Proses ini diawasi secara ketat, termasuk volume dan jadwal distribusi yang terdata.
Dalam konteks pengawasan publik, transparansi seperti yang diterapkan di Desa Laeya adalah model distribusi bahan bakar subsidi berbasis komunitas yang layak diperluas ke wilayah lain. Dengan sistem informasi terbuka, penjadwalan jelas, dan harga yang sesuai, pangkalan ini memperlihatkan bahwa penyaluran BBM bisa berjalan adil tanpa harus mengorbankan etika pelayanan publik.
Saat kepercayaan terhadap distribusi BBM yang sesuai SOP, pangkalan seperti milik Zalmiah menjadi integritas yang patut diapresiasi( Man)