KENDARI, Kongkritsultra.com-Keberadaan papan pengumuman dari Satuan Petugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) di areal izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Thosida di Sulawesi Tenggara menjadi sorotan publik. Pasalnya, meski plang tanda verifikasi kawasan hutan itu telah lama terpasang, aktivitas pertambangan di lokasi tersebut masih terus berjalan tanpa hambatan.
Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi Indonesia (DPD LAKI) Sulawesi Tenggara menilai situasi ini sebagai bentuk lemahnya penegakan aturan di lapangan. Ketua DPD LAKI Sultra, Mardin Fahrun, menegaskan bahwa pemasangan papan verifikasi seharusnya menjadi isyarat bahwa kawasan tersebut sedang dalam pengawasan ketat pemerintah, dan segala bentuk aktivitas komersial semestinya dihentikan sementara.
“Setahu kita, areal pertambangan PT Thosida yang dipasangi papan plang Satgas PKH itu adalah kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 49,91 hektare. Pertanyaannya, kenapa plang sudah terpasang, tapi perusahaan masih beroperasi seperti biasa? Padahal jelas tertulis bahwa aktivitas apapun dilarang tanpa izin pihak berwenang,” ungkap Mardin kepada awak media, Sabtu (11/10/2025).
Mardin menyebut, kondisi ini menimbulkan kebingungan di masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap kredibilitas Satgas PKH sebagai pelaksana Instruksi Presiden Nomor 5 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Ia mengingatkan, penertiban yang tidak diikuti tindakan nyata hanya akan menciptakan kesan formalitas belaka.
“Kalau perusahaan tetap dibiarkan beroperasi di kawasan yang sudah diberi tanda pengawasan, sama saja menghianati amanah Presiden Prabowo Subianto. Inpres itu dibuat untuk memastikan kawasan hutan benar-benar dilindungi, bukan untuk dijadikan simbol tanpa makna,” tegasnya.
Lebih lanjut, aktivis asal Kolaka itu juga menyoroti aktivitas mitra perusahaan, PT JBS, yang disebut masih melakukan kegiatan pertambangan di area yang sama. Menurutnya, papan pengumuman verifikasi bukan sekadar formalitas administratif, tetapi merupakan bukti sah bahwa area tersebut sedang berada di bawah proses peninjauan hukum dan tata ruang.
“Sudah jelas tertulis, kawasan itu dalam proses verifikasi. Artinya, status lahan belum final. Tapi faktanya, kegiatan tambang tetap berjalan. Ini yang kami nilai janggal dan patut dipertanyakan integritas pengawasan dari pihak terkait,” tambahnya.
Mardin pun mendesak Satgas PKH untuk bersikap transparan dalam menjalankan tugasnya di Sulawesi Tenggara. Ia menilai, keterbukaan informasi menjadi kunci agar masyarakat tidak menilai ada keberpihakan atau konflik kepentingan di balik proses penertiban kawasan hutan.
“Kami minta Satgas PKH terbuka kepada publik. Jangan ada polarisasi yang justru bisa memicu konflik sosial di lapangan. Penegakan hukum harus jelas, jangan setengah hati,” ujar Mardin.
Sebagai tindak lanjut, LAKI Sultra juga berencana melaporkan hal ini secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Mereka mendesak agar pimpinan PT Thosida diperiksa atas dugaan pelanggaran kegiatan pertambangan di kawasan yang tengah dalam proses verifikasi Satgas PKH.
“Dalam waktu dekat kami akan bertandang ke Kejati Sultra untuk meminta penegakan hukum yang tegas. Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan perusahaan,” pungkas Mardin Fahrun.
Hingga berita ini diterbitkan, redaksi masih berupaya mengonfirmasi pihak PT Thosida maupun Satgas PKH terkait aktivitas tambang yang tetap berjalan di lokasi tersebut( Usman)

