KENDARI, Kongkritsultra.com- Gelombang protes mahasiswa kembali mengguncang jantung politik Sulawesi Tenggara. Senin (15/9/2025), ratusan massa dari aliansi Cipayung Plus Kota Kendari—yang terdiri atas GMNI, IMM, PMKRI, KHMDI, GMKI, KAMMI, dan HMI MPO—menggeruduk kantor DPRD Sultra dengan amarah yang kian memuncak. Asap hitam dari ban bekas yang dibakar mengepul di udara, menyulut ketegangan yang hampir menyeret kantor perwakilan rakyat itu ke dalam kobaran api.

Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa rutin. Ia adalah potret krisis kepercayaan yang semakin menajam antara mahasiswa dan lembaga legislatif daerah. Ketua DPRD Sultra, Laode Tariala, dituding telah mengingkari janji yang ia ikrarkan sendiri pada 1 September 2025—janji untuk menerima formulasi tuntutan mahasiswa dan menyampaikannya ke DPR RI.
“Kami kembali bertandang di kantor ini untuk menagih janji Ketua DPRD Sultra pada 1 September 2025,” tegas Jordy, Ketua LMND Kota Kendari, dalam orasinya. Namun, hingga hampir sebulan berlalu, yang mereka dapat hanyalah diam, penghindaran, dan ketidakpastian.
Nada serupa disampaikan Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya. Ia menuding DPRD Sultra hanya berfungsi sebagai ornamen kekuasaan, tanpa keberanian politik untuk mengawal aspirasi rakyat. “Kami menilai DPRD Sultra hanya hadir sebagai simbol kekuasaan, bukan sebagai perwakilan rakyat sejati,” katanya, seraya mendesak evaluasi segera terhadap kepemimpinan Ketua DPRD.
Ketua PMKRI Cabang Kendari, Fandi, bahkan menuding lembaga legislatif itu lebih sibuk menjaga kenyamanan politik dan privilese pribadi ketimbang membuka ruang komunikasi dengan rakyat. Minimnya transparansi, absennya tindak lanjut resmi, serta indikasi pengabaian aspirasi publik, menurut Fandi, hanyalah bukti telanjang pengkhianatan terhadap fungsi dasar perwakilan rakyat.
Puncak kekecewaan itu pecah ketika massa menduduki ruang paripurna DPRD Sultra. Mereka tidak sekadar berorasi di halaman; mereka masuk dan menggelar paripurna tandingan, simbol perlawanan terhadap institusi yang dianggap telah membiarkan janji rakyat tercecer.
Di balik kobaran ban bekas, terpantul sebuah pesan keras: rakyat muda tidak lagi percaya pada juru bicara formal demokrasi jika ia berkhianat. Apa yang nyaris membakar kantor DPRD Sultra hari ini bukan semata api ban, melainkan api ketidakpercayaan yang sewaktu-waktu bisa menjalar lebih luas jika elite politik terus bermain-main dengan janji( Usman)

