KENDARI, Kongkritsultra.com-  Gelombang pemberitaan yang menyebut konstatering dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Kendari rupanya tak sepenuhnya benar. Di tengah riuh narasi yang berseliweran di media, Kuasa Khusus Koperson, Fianus Arung, memilih merespons dengan senyum tenang — namun dengan pernyataan yang tegas dan penuh keyakinan hukum.

Menurut Fianus, tak ada satu pun putusan pengadilan yang dibatalkan hanya karena tekanan dari sekelompok massa. Ia menilai narasi “batal demi hukum” yang beredar hanyalah tafsir keliru yang bisa menyesatkan publik. Ia bahkan menyebut, anggapan itu berbahaya karena berpotensi menggiring opini seolah hukum bisa ditawar ujar Fianus Rabu (8/10/2025)

“Hukum tidak berhenti hanya karena ada yang berteriak di lapangan. Tidak ada istilah batal, karena keputusan pengadilan itu final dan mengikat. Yang terjadi hanyalah penundaan sementara karena pertimbangan keamanan selama kegiatan STQH,” ujarnya kalem.

Penundaan tersebut, kata Fianus, bukan hasil tekanan, melainkan tindak lanjut dari permintaan resmi Polres Kendari yang dituangkan dalam surat bernomor B/254/X/PAM.3.3/2025. Surat itu berisi permohonan agar jadwal konstatering diundur sementara, mengingat fokus aparat sedang diarahkan pada pengamanan agenda nasional Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) yang berlangsung di Kendari.

Pengadilan Negeri Kendari, lanjutnya, merespons surat tersebut secara wajar dan administratif. “Artinya, ini bukan keputusan politik, apalagi tekanan massa. Ini keputusan yang rasional dan legal untuk memastikan stabilitas keamanan tetap terjaga,” jelasnya.

Fianus mengingatkan, hukum negara memiliki hierarki dan prosedur yang jelas. Ia menegaskan bahwa putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht) tidak dapat dibatalkan kecuali dengan putusan baru. Ia mengacu pada Pasal 195 dan 196 HIR, serta Pasal 54 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang mengatur bahwa pelaksanaan putusan pengadilan merupakan perintah negara.

“Eksekusi itu mandat negara. Jadi kalau ditunda karena alasan keamanan, itu bagian dari tanggung jawab aparat, bukan pembatalan. Jangan sampai publik terkecoh oleh opini yang dibangun seolah hukum bisa dikalahkan oleh keramaian,” katanya.

Ia juga menyoroti pihak-pihak yang mencoba menunggangi situasi dengan menebar provokasi. Dalam pandangannya, menghasut warga agar melawan pelaksanaan hukum sama saja dengan melawan kedaulatan negara. “Silakan berpendapat, silakan menyampaikan aspirasi, tapi jangan halangi perintah pengadilan. Itu sudah masuk wilayah pidana,” tegasnya.

Fianus memastikan, pihaknya akan tetap mendukung aparat dalam mengawal proses konstatering hingga selesai. Melalui wadah Relawan Keadilan yang beranggotakan 37 organisasi masyarakat, mereka siap membantu menjaga situasi agar tetap kondusif. “Kami tidak ingin kegaduhan mengalahkan aturan. Kami berdiri di sisi hukum,” ujarnya lagi.

Di akhir pernyataannya, Fianus menyinggung soal pentingnya literasi hukum di tengah masyarakat, khususnya dalam urusan pertanahan. Ia menilai, banyak persoalan muncul karena ketidaktahuan pembeli terhadap status hukum lahan. “Jangan mudah menuduh. Teliti asal-usul tanah sebelum membeli. Koperson ini badan hukum resmi berdiri sejak 1981, dengan SHGU yang sah dan terdaftar. Semua sengketa sudah selesai di pengadilan — yang tersisa hanya pelaksanaannya,” tutupnya dengan tenang(Man)