KENDARI, Kongkritsultra.com- Desakan agar hukum ditegakkan tanpa intervensi kembali menguat di Sulawesi Tenggara. Aliansi Gerbang Kota bersama masyarakat Desa Bangun Jaya dan lembaga Lembur Sultra menegaskan sikap keras terkait dugaan perusakan hutan konservasi di kawasan Tanjung Betikolo, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan.
Perwakilan Aliansi, Andri, menilai persoalan perusakan kawasan konservasi bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan tindak pidana serius sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Sanksi pidana atas perusakan kawasan konservasi bisa mencapai 10 tahun penjara dengan denda maksimal Rp200 juta. Tidak ada alasan hukum untuk menangguhkan penahanan terhadap pelaku yang terbukti. Proses hukum harus berjalan sebagaimana mestinya,” tegas Andri, Jumat (19/9/2025).
Pernyataan ini secara khusus menyinggung kasus hukum yang menjerat Kepala Desa Bangun Jaya, Masrin, yang diduga terlibat dalam perusakan hutan konservasi tersebut. Aliansi bersama warga meminta Kapolda Sultra untuk segera melimpahkan perkara ini ke Kejaksaan Tinggi Sultra, tanpa kompromi, tanpa ruang bagi intervensi.
“Kami peringatkan, jangan ada pihak yang coba bermain-main dengan menangguhkan penahanan. Jika itu terjadi, kami pastikan akan turun lebih besar lagi ke Polda Sultra. Kasus ini menyangkut masa depan lingkungan dan keadilan di Bumi Anoa, tidak boleh ada kompromi,” tandasnya.
Sementara itu, masyarakat Bangun Jaya sendiri menolak keras jika ada pihak-pihak yang mengatasnamakan mereka sebagai pendukung kepala desa. Menurut warga, tuduhan perusakan hutan konservasi bukanlah sesuatu yang dapat dinegosiasikan apalagi ditutupi dengan dalih solidaritas sempit.
“Kami tidak mau dicatut mendukung tindakan kriminal yang merusak konservasi dan mencemari lingkungan. Desa Bangun Jaya berdiri di atas tanah yang harus dijaga, bukan dirusak,” ujar salah seorang tokoh masyarakat.
Kasus Tanjung Betikolo kini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum Sultra. Aliansi Gerbang Kota dan Lembur Sultra menekankan, keberanian kepolisian menolak intervensi dan konsisten menegakkan aturan akan menentukan wajah hukum di Sulawesi Tenggara ke depan: apakah tunduk pada kekuasaan lokal atau berdiri tegak di sisi keadilan dan keberlanjutan lingkungan( Usman)

