KENDARI, Kongkritsultra com- Polemik seputar dugaan pencemaran lingkungan yang menyeret nama PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) akhirnya mendapat tanggapan resmi. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Investigasi Negara (LIN) Sulawesi Tenggara, Adyansyah, menilai isu yang beredar tidak memiliki dasar faktual dan cenderung dibangun secara tendensius. Klarifikasi ini disampaikan guna meredam keresahan publik yang sempat merebak di sejumlah wilayah sekitar tambang.
“Informasi yang berkembang itu hoaks. Tidak boleh ada pihak yang membangun opini tanpa data valid, apalagi dengan tujuan menggiring persepsi publik secara sepihak,” tegas Adyansyah, Jumat (22/8/2025). Ia menambahkan, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang utuh dan berimbang, bukan sekadar potongan opini yang menyesatkan.
Menurutnya, PT TBS sejak awal menjalankan praktik pertambangan berlandaskan prinsip Good Mining Practice. Seluruh aktivitas perusahaan, kata dia, berada dalam pengawasan ketat dengan mekanisme pemantauan lingkungan yang berlaku. Ia pun mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menyikapi isu yang belum terkonfirmasi kebenarannya.
Klarifikasi serupa datang dari pihak perusahaan. Kepala Teknik Tambang PT TBS, Zulkifli, menegaskan bahwa semua kegiatan operasional dijalankan sesuai kaidah pertambangan berkelanjutan. Infrastruktur pengendalian lingkungan, seperti drainase, sump, dan sediment pond, telah dibangun untuk memastikan material tambang tidak mencemari wilayah sekitar. Pemantauan kualitas air sungai dan laut dilakukan setiap bulan, sementara uji kualitas udara digelar secara berkala setiap enam bulan. Hasil pemantauan, lanjutnya, selalu dilaporkan kepada instansi teknis hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sebagai bentuk transparansi, PT TBS juga memasang sistem SPARING (Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah secara Realtime) yang dapat diakses oleh instansi pengawas. Zulkifli menyebut hal ini sebagai bukti komitmen perusahaan terhadap keterbukaan informasi dan tanggung jawab lingkungan.
Terkait keluhan warga atas keruhnya air sungai yang berdampak hingga ke pesisir Desa Pu’ununu dan Pongkalaero, ia menegaskan kondisi tersebut bukan akibat aktivitas tambang. “Itu dampak teknis dari pengerjaan normalisasi sungai yang dilakukan BPBD Bombana. Kami bahkan ikut membantu pelaksanaannya,” ujarnya. Faktor cuaca, terutama intensitas hujan, menurutnya turut memengaruhi warna air sungai yang tampak lebih pekat.
Ia menambahkan, perusahaan kini tengah menyiapkan dokumentasi terbaru untuk memperlihatkan kondisi terkini secara objektif, sekaligus meluruskan persepsi publik yang terbentuk dari foto-foto lama di media sosial.
Polemik dugaan pencemaran ini menjadi cerminan bagaimana isu lingkungan kerap berkembang liar di ruang publik. LIN Sultra menekankan pentingnya klarifikasi sebelum opini terbentuk, sementara PT TBS berusaha menunjukkan konsistensi menjaga standar lingkungan. Pada akhirnya, pengawasan terhadap industri tambang di Sulawesi Tenggara tetap menjadi agenda strategis bersama, agar pembangunan dan kelestarian dapat berjalan beriringan( Man)

