KENDARI, Kongkritsultra.com-Tekanan publik terhadap Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) terus meningkat. Kali ini datang dari Parlemen Jalanan Sultra (PJ Sultra), yang mendesak aparat penegak hukum segera memanggil dan memeriksa Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR-PKP) Kabupaten Konawe.
Desakan tersebut mencuat menyusul temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan kekurangan volume pekerjaan pada 12 paket proyek, yang diduga menyebabkan kerugian negara mencapai angka miliaran rupiah.
Di tengah orasi yang digelar di halaman kantor Kejati Sultra, Direktur Eksekutif PJ Sultra, Abdulisme, menyampaikan dalam rilisnya memberikan kecaman keras terhadap indikasi penyimpangan anggaran publik. “Ini bukan sekadar hitung-hitungan laporan. Ini bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat. Jangan biarkan uang publik dipreteli lewat proyek yang diduga tidak selesai sesuai kontrak,” ujarnya Jumat (11/7/2025)
Indikasi Pelanggaran Berat: Bukan Hanya Administratif, tapi Potensi Pidana
Dugaan kekurangan volume tersebut berarti terdapat item pekerjaan yang dibayarkan oleh negara, namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak. Dalam perspektif hukum, kondisi semacam ini membuka peluang terjadinya tindak pidana korupsi sebagaimana dimuat dalam:
Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan korupsi—yang mengatur soal penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi atau orang lain yang merugikan keuangan negara.
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyebutkan bahwa pejabat pengguna anggaran bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kegiatan.
Artinya, jika unsur pelanggaran tersebut terbukti, maka bukan hanya rekanan proyek yang bisa terseret, melainkan juga pejabat terkait selaku penanggung jawab anggaran.
Rakyat Menanggung Dampaknya
PJ Sultra menilai bahwa praktik seperti ini berkontribusi besar terhadap mandeknya pembangunan di daerah. Infrastruktur diduga tak selesai, desa-desa terisolasi, dan layanan dasar seperti pendidikan maupun perumahan masyarakat tetap jauh dari layak.
“Uang yang seharusnya membangun jembatan, memperbaiki jalan, atau menyediakan sanitasi, justru raib di tengah birokrasi dan kontraktor nakal. Sementara anak-anak di desa tetap belajar dalam kondisi minim fasilitas,” terang Abdulisme.
Tiga Tuntutan Tegas untuk Kejati Sultra
Parlemen Jalanan menegaskan bahwa langkah hukum harus diambil secara cepat, menyeluruh, dan tanpa kompromi. Mereka menyampaikan tiga poin penting sebagai desakan moral:
Segera panggil dan periksa Kepala Dinas PUPR-PKP Kabupaten Konawe.
Tindak tegas rekanan proyek yang terlibat dalam praktik pelanggaran.
Pulihkan kerugian negara dan pastikan transparansi dalam seluruh proses hukum.
Menurut PJ Sultra, laporan BPK bukan sekadar dokumen birokrasi, melainkan bukti awal penyelidikan hukum. Laporan tersebut harus dijadikan pintu masuk Kejaksaan untuk membongkar dugaan praktik penyalahgunaan anggaran.
“Negara tidak boleh tunduk pada kekuasaan atau uang. Jika hukum dibiarkan tumpul, maka rakyat punya hak untuk menuntut lewat jalur konstitusional,” tutup Abdulisme.
Suara Rakyat, Bukan Sekadar Aksi Jalanan
Pernyataan ini, menurut PJ Sultra, merupakan bentuk tanggung jawab moral atas nama keadilan dan akuntabilitas publik. Mereka menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sebatas demo, tapi bagian dari pengawalan terhadap hak-hak rakyat yang dirampas secara sistematis melalui pembangunan
Dengan demikian, bola kini berada di tangan Kejati Sultra: akankah mereka segera menindaklanjuti, atau membiarkan suara rakyat hanya berakhir di pelataran gedung hukum?
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas PUPR-PKP Kabupaten Konawe, belum dapat dikonfirmasi( Man)

