KOLAKA, Kongkritpost.com- Mereka datang pagi-pagi, seperti biasa. Dengan seragam kerja dan harapan gaji di awal bulan. Tapi hari itu, langkah mereka terhenti. Bukan karena cuti bersama, bukan juga karena mogok kerja. Melainkan karena portal-portal jalan yang terkunci rapat di beberapa titik.

Sejak Selasa pagi (1/7/2025), ribuan karyawan dari sejumlah perusahaan tambang dan industri yang beroperasi di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, tidak bisa masuk kerja. Akses jalan—satu-satunya urat nadi menuju kawasan tambang—ditutup total.

Dari pantauan lapangan, penutupan dilakukan oleh PT Tambang Rejeki Kolaka (TRK). Tidak satu, tapi beberapa titik ditutup. Penumpukan pekerja pun tak terhindarkan. Mereka menunggu. Tapi tak ada kepastian.

Sebelumnya, beredar sebuah surat pemberitahuan dari PT TRK tentang penutupan akses jalan mulai 1 Juli 2025 hingga waktu yang tidak ditentukan. Surat itu menjadi awal dari kebuntuan hari ini.

“Awal bulan waktunya gajian, tapi kami justru tak bisa kerja. Semoga segera ada jalan keluar,” keluh salah seorang karyawan yang tak bisa menyebutkan namanya.

Ketegangan ini bukan hanya soal jalan, tapi soal dapur yang tertunda nyalanya, soal anak-anak yang menunggu uang belanja, dan soal iklim kerja yang mulai tak pasti.

Isu ini pun menjadi perhatian Mardin Fahrun, Ketua DPD Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Provinsi Sulawesi Tenggara. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah Kolaka tidak boleh tinggal diam.

“Kami sudah melihat surat itu. Tapi apakah legalitas jalan itu sudah diperiksa? Apakah penutupan ini sesuai aturan? Ini bertentangan dengan visi Bupati Kolaka yang ingin membuka ribuan lapangan kerja,” tegas Mardin.

Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa tindakan sepihak ini dapat merusak citra Kolaka di mata investor.

“Menutup akses jalan kerja sama saja menutup kepercayaan dunia usaha terhadap daerah. Kolaka bisa dianggap tidak ramah investasi,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Pemkab Kolaka maupun dari perusahaan terkait. Tapi satu hal pasti: ribuan orang hari ini pulang dengan tangan kosong, dan rasa cemas yang tidak sederhana.

Sebuah portal bisa menahan kendaraan. Tapi tidak bisa menahan keresahan kolektif masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kerja harian(Red)